Ketika mudik lebaran 1432 kemarin, ayah bercerita tentang masa kecilnya. Cerita yang membuat kami (anak-anaknya) bercucuran air mata, inilah kisahnya...
Rabu pagi yang cerah di tahun 1958 dari sebuah bilik rombeng, seperti biasa ayahku pergi menuju pasar untuk mencari nafkah sebagai kuli angkut beras dari pabrik penggilingan tua peninggalan Belanda ke warung-warung. Ibuku menyisir rapi rambutku dengan jari-jarinya yang lembut sebelum berangkat ke Sekolah Rakyat (setingkat SD). Saat itu aku kelas 2 SR. Kakak perempuanku sudah bersiap-siap berangkat ke sawah bersama ibu, bidadari berumur 11 tahun itu telah bersiap menggarap dua petak sawah milik orang lain yang 10%nya kami nikmati setiap 4 bulan. Sedangkan adikku yang masih bayi dibawa serta ke sawah.