Sabtu, 31 Desember 2011

Aku Ingin Seperti Ayah


Ketika mudik lebaran 1432 kemarin, ayah bercerita tentang masa kecilnya. Cerita yang membuat kami (anak-anaknya) bercucuran air mata, inilah kisahnya...

Rabu pagi yang cerah di tahun 1958 dari sebuah bilik rombeng, seperti biasa ayahku pergi menuju pasar untuk mencari nafkah sebagai kuli angkut beras dari pabrik penggilingan tua peninggalan Belanda ke warung-warung. Ibuku menyisir rapi rambutku dengan jari-jarinya yang lembut sebelum berangkat ke Sekolah Rakyat (setingkat SD). Saat itu aku kelas 2 SR. Kakak perempuanku sudah bersiap-siap berangkat ke sawah bersama ibu, bidadari berumur 11 tahun itu telah bersiap menggarap dua petak sawah milik orang lain yang 10%nya kami nikmati setiap 4 bulan. Sedangkan adikku yang masih bayi dibawa serta ke sawah.

Kamis, 29 Desember 2011

Demi Cinta Az-Zahra'

"Kepergianmu sungguh tiada pengganti..."



Dialah ibunda Fatimah Azzahra ra, lahir dan dibesarkan di bawah naungan wahyu Ilahi yang diterima oleh ayahnya, Rasulullah SAW. Puteri terbaik yang pernah dilahirkan yang dijadikan sebagai pemimpin para wanita penghuni surga. Puteri bungsu Rasulullah SAW yang amat beliau cintai, puteri yang bergelar Az-Zahra; bunga yang mekar semerbak.


Sesungguhnya dia adalah Fatimah ra yang tidak hanya menanggung dirinya sendiri, namun ia juga menanggung beban rumahnya, dakwah ayahnya SAW, serta beban pertempuran kaum muslimin di medan jihad.

Abdullah bin Mas’ud menceritakan: “Suatu hari Rasulullah SAW berada dalam masjid, beliau di datangi oleh tujuh orang kafir Quraisy. Ketika beliau sedang bersujud, salah satu dari mereka (Uqbah bin Mu’ith) melemparkan kotoran domba ke pundak Rasulullah SAW. Pada saat itu aku hanya mampu berdiri saja, tidak mampu mengatakan apa-apa dan tak kuasa menolong beliau. Maka aku pun pergi. Tapi kemudian kudengar Fatimah, puteri Rasulullah SAW menghampiri beliau dan membersihkan kotoran dari pundaknya. Ssudah itu ia mendatangi orang-orang Quraisy, yang membuat mereka tidak berani kembali untuk berbuat sesuatu. Sedangkan beliau mengangkat kepala sebagaimana lazimnya orang yang bangun dari sujud.” 01

Sungguh nyali luar bisa telah ditunjukkan oleh puteri kesayangan Rasulullah SAW, ia tidak peduli akan bahaya atau ancaman orang-orang Quraisy karena baginya hanya Allah dan Rasul-Nya.

Ja’far bin Umair At-Tamimi bersama bibinya mendatangi Aisyah ra dan bertanya: “Siapakah wanita yang paling dicintai Rasulullah SAW?”
Aisyah ra menjawab: “Fatimah”.02

Senin, 19 Desember 2011

Setiap orang yang dijumpai dan setiap tikungan jalan yang dilalui adalah Ilmu

Cerita ini adalah cerita lama yang selalu lupa saya posting. Mudah-mudahan ga basi lantaran waktu :)

Di suatu pagi yang cerah dan libur, saya beserta teman kosan berjalan santai menuju toko matrial untuk membeli papan-papan yang akan digunakan sebagai rak buku dan koleksi plakat. setelah tiba di toko matrial, teman saya memesan siku-siku dan paku sedangkan saya memesan papan berukuran 3 meter.

setelah diambil papan terbaik, mulailah si tukang kayu mengukur papan itu dengan meteran, ternyata papan yang saya ambil terlalu panjang sehingga si tukang kayu itu memotong papan sesuai dengan ukuran yang saya pesan.

Saya: “Pak, kenapa papannya di potong? Nanggung itu pak dikit lagi sisanya”
Si Bapak: “Iya dek, pan papannya lebih dari 3 meter, ini sedikit juga digunain buat bikin kosen.”
Saya: “Kalau meterannya yang kepanjangan, berarti meterannya dong yang dipotong pak?”
Si Bapak: “Ah, si adek suka becanda, hehe”

Si Bapak melanjutkan…
“Dimana-mana yang namanya meteran itu jadi patokan dek, kayu yang terlalu panjang harus dipotong dan kayu yang terlalu pendek ya disambung. Kayak Al-Qur’an aja, Al-Qur’an kan meteran hidup. Kita ini kayunya. Leres teu dek? yaah saya mah tau agama teh segitu-gitunya…”

Saya terdiam..
Dalam hati saya: “Ilmu bapak yang segitu kalau di amalkan udah cukup nganter ke surga pak…”
-Jatinangor-

Senin, 26 September 2011

Indahnya Manusia


Seorang pemikul air mempunyai dua wadah air yang besar. Masing–masing wadah itu digantungkan kepada dua ujung kayu yang kemudian dipikul oleh si pemikul air. Salah satu wadah air itu retak sehingga hanya bisa membawa membawa air separuhnya saja, sedang wadah yang lain sempurna dan selalu berisi penuh sejak dipikul dari sungai sampai ke rumah tuannya.


Kejadian ini berlangsung selama dua tahun. Wadah yang sempurna tentu saja merasa bangga akan prestasinya, tapi wadah yang retak merasa malu atas ketidaksempurnaannya, dan merasa sedih karena ia hanya bisa membawa separuh dari jumlah air yang seharusnya.

Kamis, 22 September 2011

Gue Kecewa...!!!

Kecewa, ya perasaan yang sudah pasti pernah anda rasakan.
Perasaan kecewa datang ketika sesuatu terjadi berlawanan dengan harapan anda. Perasaan kecewa itu wajar, menjadi tidak wajar saat penyikapan terhadap kekecewaan itu berlebihan, meluapkan emosi dan tidak ada toleransi.

Rabu, 24 Agustus 2011

Gagal itu Gurih, Lezat dan Nikmat (Tulisan Sebelum Mudik...)

Jika kita pernah menyaksikan film dokumenter tentang sifat dan kebiasaan beberapa hewan, maka tidak asing bagi kita mendengar kata “Salmon”. Ikan salmon adalah ikan laut yang memiliki kebiasaan unik diantara ikan-ikan lainnya, salmon memiliki sifat Katadromus yaitu bermigrasi dari air laut menuju air tawar untuk berkembang biak. Hal ini tentu saja membuat Salmon istimewa karena pada umumnya ikan laut tidak tahan dengan kondisi air tawar yang mempunyai salinitas rendah, sebaliknya ikan air tawar pun tidak tahan dengan kondisi air laut.



Sabtu, 13 Agustus 2011

Instan itu beresiko!

Adalah seorang Janda miskin paruh baya bernama wanti. Pekerjaannya hanyalah sebagai tukang sapu jalan di depan kantor kejaksaan. Pekerjaannya itu dia lakoni penuh dengan semangat tanpa rasa malu apalagi mengeluh. Dia cukup bahagia dengan apa yang dilakukannya selama ini, tiap hari dia berdoa agar Tuhan tetap menjaga pohon-pohon besar di pinggir jalan tetap berdiri dan tumbuh dengan subur.

Suatu hari anaknya bertanya kepada Wanti tentang doa yang sering dia panjatkan.

Anak Wanti; "Ibu, mengapa setiap selesai sembahyang ibu selalu memohon agar pohon-pohon tetap berdiri dan terpelihara?"
Wanti menjawab dengan senyum: "Nak, Kalau pohon itu tetap hidup, artinya akan ada dedaunan yang gugur ke jalan. Dengan begitu ibu tetap bisa mencari nafkah buat makan kita sehari-hari."

Selasa, 19 Juli 2011

Manusia Bau Tanah....

Mudik 5 hari di Lampung (29 Juni 2011 - 3 Juli 2011) cukup untuk melepas rasa rindu saya pada keluarga terutama pada Abah dan Emak, menyaksikan aqad nikah abang yang penuh hikmah, dan tentu saja ispirasi sawah di belakang rumah saya.

Yup! ini bukan catatan tentang jasa orang tua terhadap anaknya, atau kerinduan seorang anak terhadap orang tuanya, dan juga bukan tentang proses menikahnya abang saya. ini adalah tentang pak Dayat yang menginspirasi, Pak Dayat tetangga sebelah rumah yang menggarap sawah di belakang rumah saya.


Senin, 27 Juni 2011

Air Padam Disiram Api...???

 Judulnya menyimpang...

Tapi memang sudah menjadi kebiasaan saya tiap sore (jam 4) mengunjungi arboretum untuk sekedar membaca buku atau menyiram tanaman supaya tanaman itu sakit, aneh kan???

Tapi sore ini (Senin, 27 juni 211) suasananya sangat berbeda.
Berbeda karena ada teman dekat yang menemani, ada yang memberi oleh-oleh dadakan dan yang paling menonjol adalah di sana-sini banyak pasangan kekasih yang sedang "mojok" dan foto-foto aurat tidak karuan.

Teman saya bilang: "Ga nyaman kang...beda sama hari-hari biasanya. Arboretum dipenuhi orang rapat, ngaji dan kelompok orang yang belajar."

Jumat, 24 Juni 2011

Pengen Kaya, Ya Kaya Aja....

Dahulu ada sebuah kisah tentang seorang Ulama yang terkenal dengan kezuhudannya.
Sang ulama tinggal di pinggiran kota baghdad, semua orang telah mengetahui ihwal ulama tersebut.

Berita tentang ulama itu akhirnya sampai juga kepada seorang pemuda lajang yang sedang bersemangat menuntut ilmu, pemuda itu sangat tertarik untuk belajar tentang hakikat zuhud kepada ulama yang terkenal itu.


Segera pemuda itu merencanakan perjalanan ke baghdad, bekal dipersiapkan dan pertanyaan-pertanyaan pun telah di tulis untuk diajukan kepada ulama calon gurunya itu. akhirnya berangkatlah pemuda itu dengan hati yang gembira dan perasaan yang beraduk dengan penasaran. "Seperti apakah ulama zuhud yang terkenal itu...?" pikirnya.

Bertanya disetiap simpang jalan, berlari kecil mengejar sesorang jika ia melihat seorang berpakaian seperti seorang ahli ibadah, bertanya-tanya dalam hati dan tentu saja beristirahat ketika ia lelah. itulah yang dilakukannya diperjalanan.

Tibalah pemuda itu disebuah pasar di tepi kota.
Pemuda itu bertanya pada seorang pedagang: "Pak, apakah bapak tahu di mana rumah syaikh Hasan Al-Bashri?"
Pedagang itu menjawab: "Hampir semua orang di sini tahu tentang beliau, Rumahnya di ujung belokan sebelah kanan jalan".

Pemuda itu langsung bergegas menuju alamat yang pedagang tadi sebutkan, dan betapa terkejutnya ketika ia melihat sebuah rumah yang sangat besar dengan pagar yang tinggi lengkap dengan penjaga dan pos satpamnya (kira-kira gitu lah kalo ngeliat rumah-rumah di Pondok Indah mah, hehe).

Pemuda itu bergumam: "masa iya seorang zuhud mempunyai rumah sebesar ini dengan para pembantu yang banyak? ah, jangan-jangan aku ditipu oleh orang-orang yang menyebarkan berita tentangnya". pemuda itu mulai ragu, ia membalikkan badannya berniat ingin pulang.

Ketika baru saja melangkahkan kakinya, seorang kusir memanggilnya.
Kusir: "Hai Pemuda, apakah engkau ingin bertemu dengan Syaikh Hasan Al-Bashri?"
Pemuda: "Tadinya aku berharap demikian, aku ingin sekali belajar tentang zuhud kepadanya, tapi setelah aku melihat apa yang dia punya, harta yang melimpah dan pengawal serta pembantu rumahnya yang banyak, lebih baik aku pulang saja".

Kusir: "Tuan memang sedang tidak ada. Tapi, Biarlah aku mengantarmu sambil kita berjalan-jalan dahulu mengelilingi kota baghdad agar perjalananmu sedikit tak sia-sia"
Pemuda: "Baiklah, Terima kasih tumpangannya".
Kusir: "Silakan naik, di dekat tempat duduk ada gelas berisi air, tolong engkau pegang dengan kedua tanganmu agar tak tumpah".
Pemuda: "Baiklah..."

Kusir tersebut membawa pemuda itu berkeliling kota baghdad yang gemerlap, kota 1001 malam yang sangat mengesankan, kota ilmu pengetahuan yang selalu ingin dikunjungi setiap penuntut ilmu.

Akhirnya mereka sampai diperbatasan kota.
Kusir: "Bagaimana pendapatmu tentang kota baghdad? Indah dan ramai sekali bukan...?"
Pemuda: "Bagaimana aku bisa melihat sedangkan mataku tertuju pada gelas yang aku pegangi. Aku sama sekali tak sempat melihat keluar untuk menyaksikan indahnya kota baghdad!"
Kusir: "Itulah perumpamaan zuhud, walaupun kau tahu gemerlapnya dunia namun kau tetap memfokuskan segalanya kepada Allah semata"

Pemuda tersebut terkejut dengan perkataan sang kusir, ternyata pembantu rumah Hasan Al-Bashri saja sudah dapat memberikan apa yang dia cari tentang hakikat zuhud yang sebenarnya. Dia mulai menitikkan air mata karena kesombongannya, karena segala sangkaan buruk kepada sang ulama.

Bahwa ternyata Zuhud bukan paksaan dan bukan pula karena kepepet. Zuhud adalah pilihan hidup.
HIDUP DENGAN LAYAK DAN TETAP BERSYUKUR...
-Cerita dari Salman-
:-) :-) :-) :-) :-) :-) :-)

Rabu, 15 Juni 2011

Membaca, Bukan Hobi Saya Banget!

Ketika kita membicarakan tentang hobi, hampir setiap orang mengatakan bahwa makan/minum itu bukan hobi melainkan kebutuhan, kebutuhan yang apabila kita tinggalkan maka akan berdampak buruk terhadap tubuh kita. Tapi sadarkah kita bahwa ada banyak kebutuhan yang terlupakan, kebutuhan akan ilmu yang salah satunya di tuntut dengan membaca.

Van Sauter mengatakan: “Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca”.

Banyak orang menginginkan perubahan dalam hidupnya hanya dengan berfikir tapi tidak pernah membaca. Mereka disibukkan dengan berfikir apa yang akan dilakukan untuk masa depan, namun tidak pernah membaca bagaimana masa depan itu bisa diraih. Maka sepatutnyalah kita membalikkan paradigma dengan membaca terlebih dahulu, baru kemudian berfikir.

Paradigma “Membaca-Berfikir” ini telah dicontohkan kisah agung Nabi Ibrahim a.s pada saat beliau mencari Tuhannya. Beliau membaca alam yang berisi bulan, bintang dan matahari yang pada akhirnya beliau membaca wahyu berupa 3 ekor burung yang dipotong-potong dan dihidupkan kembali oleh yang maha pencipta dan berakhir dengan satu kesimpulan bahwa Tuhan itu Allah yang esa.

Bahkan perintah pertama yang datang kepada Rasulullah SAW adalah perintah membaca. Membaca dengan nama Tuhan dan membaca ilmu pengetahuan, proses kejadian manusialah sebagai salah satu contohnya.

Salah satu proses penciptaan manusia adalah diciptakannya mata, dua pasang mata adalah anugerah yang tidak bisa ditebus dengan apapun. Dengan mata kita bisa menilai keindahan, dengan mata kita bisa membaca, dan dengan mata pula kita bisa menemukan jalan. Sehingga dengan mata kita dapat membaca suatu keindahan untuk menemukan jalan, jalan kepada-Nya

Begitu pentingnya membaca sehingga seorang yahudi berceloteh "Kami sudah tidak takut kepada umat Islam, karena umat Islam bukan umat yang suka membaca". Sebuah ejekan yang pantas!

Ya, membaca adalah sebuah kebutuhan. Tidak mungkin dikatakan sehat apabila rumah tidak mempunyai jendela, maka apakah mungkin jiwa dan fikiran kita dikatakan sehat jika kita malas membaca buku? Karena buku adalah jendela ilmu.

Jika saat ini anda sedang membaca buku, maka bacalah buku yang baik.
“buku yang baik sekali dibaca mencerdaskan, dibaca berikutnya mencerahkan. Sedangkan buku yang buruk sekali dibaca menyenangkan, dibaca berikutnya membosankan”
(Inspiring Words for Writers)

Buku diatas segala ilmu adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang akan mencerdaskan dan mencerahkan sekaligus penunjuk jalan bagi pembacanya. Jika anda tidak percaya, berarti anda belum pernah membacanya.
Karena hobi saya adalah Touring, Bukan Membaca!
Ayo membaca 3x sehari biar kenyang :-)

Selasa, 14 Juni 2011

Kata Anak Kucing "I Love You, Catmom..."

Coba anda perhatikan video ini...


Kasih sayang yang luar biasa selalu diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya, bahkan seekor induk kucing kepada anaknya saat sang anak tidak dapat tidur dengan tenang.

Bukankah hari ini kita pun masih merasakan kasih ibu?
Saat ibu mengandung, kita menghisap nutrisi yang ibu makan.
Saat kita dilahirkan, kita juga menghisap ASI dari ibu.
Dan saat kita tumbuh dewasa, Kita menghisap keringat ibu hingga tak ada lagi keringat yang bisa ibu keluarkan karena lelahnya memenuhi keinginan kita.

Lalu, pernahkah kita mendengar kisah letih ibu?
Pernah jugakah kita mendengar keresahan ibu saat kita takut, sedih dan sakit?
Ibu tak pernah menginginkan cerita indah membesarkan kita diungkit.
Itulah Ibu, Ia tak ingin meminta balas atas kasih yang telah diberikannya.

Kasih sayang ibu adalah kasih sayang murni.
Kasih sayang yang jumlahnya hanya setitik buih di samudera yang luas, pemberian Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Merenungi kasih sayang ibu tak akan membuat mata ini bosan berurai air mata.

Tapi, cobalah renungkan kasih sayang dari Sang pemilik kasih sayang?
Ketika imam telah mengucapkan "Allahu Akbar", Kita masih sibuk dengan Handphone kita. ketika Imam mengucapkan "Assalamu alaikum warahmatullah...", kita pun langsung merogoh handphone yang waktu shalat bergetar tanda SMS masuk. begitu cueknya kita...

Tapi Dia memang pemilik Kasih Sayang yang hakiki.
Esok, kita masih mampu membeli pulsa dengan rizki-Nya.
Lusa, kita malah mampu membeli handphone yang lebih mahal dengan rizki-Nya pula.

Tapi ingatlah! bahwa tidak selamanya rizki itu adalah kasih sayang...

Sabtu, 11 Juni 2011

Bang Tholib..Akhirnya Pulang Juga :D


Paman saya pernah bercerita tentang tetangganya; Pak Tholib seorang engineer. Karena sangat rajin dan teliti, pak Tholib mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan perakitan mobil di Jakarta.

Dengan kemampuan yang luar biasa dan semangat serta keyakinan yang tinggi, pak Tholib telah menghasilkan mobil-mobil yang canggih, mewah, dan sporty selama lebih dari 35 tahun bekerja di sana.

Suatu hari, keinginan pak Tholib yang telah lama terpendam pun tercurah. Pak Tholib sudah merasa lelah dan ingin menikmati hari tua bersama istri dan keluarganya, harapan yang tentu saja mengorbankan pekerjaannya selama ini.

Ketika keinginannya disampaikan kepada pemilik perusahaan, pemilik perusahaan itu merasa sedih karena kahilangan karyawan terbaiknya, karyawan senior yang selalu memberikan motivasi bagi karyawan muda dan selalu menghasilkan karya yang luar biasa. Ia meminta kepada pak Tholib untuk membuatkan mobil untuk dirinya.

Dengan terpaksa pak Tholib menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan karena sebenarnya pak Tholib sudah sangat ingin berhenti. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek mobil itu. Ia juga Cuma menggunakan bahan-bahan dan onderdil sekedarnya.

Akhirnya selesailah mobil yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah mobil bagus. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.
Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat mobil yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci mobil pada pak Tholib. “Ini adalah mobilmu,” katanya, “hadiah dari kami.”

Betapa terkejutnya pak Tholib, rasa malu dan menyesal bercampur menjadi satu. Seandainya
saja pak Tholib mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan mobil untuk dirinya
sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang istimewa, lain daripada yang lain.
Kini pak Tholib tinggal di sebuah komplek, dengan mobil yang tidak terlalu bagus dibandingkan dengan mobil-mobil tetangganya. Dan itu hasil karyanya sendiri.


Begitulah kehidupan yang kita jalani saat ini, seandainya kita adalah pak Tholib maka saat ini kita sedang mengerjakan proyek untuk diri kita sendiri. Kita menginginkan rumah, kendaraan, dan fasilitas kehidupan lainnya untuk masa depan. Maka kerjakanlah proyek masa depan ini dengan serius dan cara yang istimewa (lain daripada yang lain).

Namun sayangnya masa depan kita tidak sesempit itu, masih ada akhirat yang lebih abadi. Kita adalah para pekerja yang sedang membangun istana di Surga, bangunan kita di surga kelak akan ditentukan oleh kesungguhan hati, ketelitian dalam bekerja dan bahan-bahan bangunan yang digunakan selama di dunia.

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”(Q.S Al-An’am 162)

Semoga kita bisa menjadi orang-orang seperti dalam slogan Bang Kemas Mahmud; Muda penuh karya, tua bijaksana dan mati masuk surga, Amin.

Kamis, 09 Juni 2011

Sepotong Biskuit Di Bandara

Suatu hari seorang wanita berniat untuk pergi berlibur ke luar kota. Wanita itu pergi seorang diri dengan segala perbekalan dan tentu saja tiket pesawat yang telah dibelinya jauh-jauh hari. Ketika tiba di bandara, wanita tersebut membeli sebuah majalah dan sebungkus biskuit untuk menemaninya saat keberangkatan tertunda beberapa menit.

Wanita itu duduk menunggu keberangkatan di sebuah kursi yang telah duduk pula seorang laki-laki paruh baya, mungkin dia pun sedang menunggu keberangkatan pesawat seperti halnya yang dilakukan wanita itu. "ah, biarkan saja dia. apa peduliku?" pikir si wanita itu.

Wanita itupun duduk sambil mengeluarkan dan mulai membaca majalah yang baru saja dibelinya. Sembari membaca wanita tersebut memakan biskuit. Namun anehnya, ketika wanita itu mengambil satu potong biskuit, laki-laki yang duduk di sampingnya ikut mengambil satu potong biskuit itu. awalnya wanita itu membiarkan saja karena dia fikir mungkin laki-laki itu sedang lapar. Tapi lama-kelamaan wanita itu menjadi kesal karena setiap kali dia memakan biskuit itu, laki-laki itu pun memakannya.

Ketika biskuit itu bersisa satu potong, wanita itu membiarkannya, dalam hatinya wanita itu bergumam " apa yang akan dilakukan laki-laki menyebalkan ini terhadap satu potong biskuitku?"


Sungguh tak diduga, ternyata laki-laki itu mengambil sepotong biskuit yang tersisa dan membelahnya menjadi dua bagian, sambil tersenyum tanpa dosa dia berkata: "Ini, kita bagi dua saja..."

Kekesalan wanita itu pun memuncak, tanpa berkata sepatah kata dan dengan wajah yang marah wanita itu pergi meninggalkan laki-laki menyebalkan itu.

Singkat cerita, pesawat pun berangkat.
Wanita itu duduk di kursi paling depan agar tidak terganggu.
Agar tidak terlalu membosankan, dia mengeluarkan kembali majalah yang dibelinya di bandara. ketika meraba-raba tasnya, alangkah terkejutnya wanita tersebut mendapati biskuit yang dibelinya di bandara tadi ternyata masih terbungkus rapi.

Wanita itu berfikir "berarti biskuit yang kumakan dengan laki-laki tadi adalah biskuitnya???"
Wanita itu menyesal bukan kepalang, karena mungkin saja dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan laki-laki itu dan meminta maaf kepadanya.
"Seandaikan saja aku bertemu dia lagi, mungkin aku tidak akan sanggup menampakkan wajahku karena malu." fikirnya.

Oh, malangnya manusia!
Selalu menyangka apa yang dimilikinya adalah mutlak kepunyaannya.
Padahal semua adalah titipan Allah yang suatu hari nanti akan dimintai pertanggungjawabannya.
Lantas apakah kita tidak merasa menyesal dan malu bahwa suatu saat kita akan menghadap Sang pemilik segala sesuatu, apa yang akan kita katakan kepada Allah??

Manusia memandang Tuhannya seperti memandang seseorang yang melemparkan sesuatu kepadanya.
Jika yang dilempar adalah gepokan uang, dia tidak akan mencari tahu siapa yang melemparkan uang itu, yang penting adalah jumlah uang yang dilemparkan.
Namun jika yang dilemparkan adalah batu, maka dia akan mencari tahu dan mencaci maki orang yang melemparkan batu tersebut tanpa memeriksa batu yang dilemparkan kepadanya.

Sehingga sedikit sekali rasa syukur itu.
Padahal hingga saat ini, kita masih diberikan anugerah mata, lidah dan telinga dan sebagainya untuk memperhatikan pesan Allah "Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
(QS. Ar-Rahman)

Yaa Allah, Jadikan kami hamba yang selalu bersyukur baik dalam lapang maupun sempit.

Engkau telah memberi kami banyak pelajaran, salah satunya adalah kisah Bai Fang Li di http://yanoutofthebox.blogspot.com/2011/06/yang-istimewa-pastilah-berbeda.html

Selasa, 07 Juni 2011

Onta aja Mikir...

Seekor anak unta sedang bersantai-santai di bawah pohon di tepi gurun bersama ibunya.
Anak unta itu bertanya, "Ibu, mengapa leher kita panjang?"
Ibunya menjawab: "itu karena kita hidup di gurun pasir, sehingga dibutuhkan leher yang panjang untuk melihat ke lokasi terjauh"

Anaknya bertanya lagi: "mengapa mata kita mempunyai selaput?"
Ibunya menjawab: "agar mata kita tetap terjaga ketika ada badai pasir, anakku".

Anak unta itu bertanya lagi: "lalu, mengapa punggung kita berpunuk?"
Ibunya menjawab dengan sabar, "itu adalah tempat penyimpanan air, karena kita selalu berjalan di gurun yang terik"

Anak unta itu masih penasaran. ia bertanya kembali: "ibu, mengapa kaki-kaki kita panjang dan kecil?"
Ibunya menjawab kembali: "kaki itu berfungsi agar kita mampu berjalan bermil-mil jauhnya, anakku"

Akhirnya anak unta itu berkata, "dengan banyak kelebihan yang kita miliki, mengapa saat ini kita masih bersantai-santai di sini bu...????"
Induk unta itu pun terdiam.


Kawan, pernahkah kita bertanya kepada diri kita.
mengapa kita dianugerahi 2 telinga, 2 tangan, 2 kaki, 2 mata, mulut, hidung hingga ujung-ujung jari yang berkuku dan mempunyai saraf yang sangat sensitif.

Pernahkan kita berfikir apa kegunaan masing-masing anggota badan kita?
Kemudian kita berkaca, mengapa kita masih seperti mayat yang bernapas?
yuk, kita optimalin potensi kita.

Semangat Ujian, Semangat Skripsi.
Dan semngat menebar kebaikan di setiap celah bumi yang kita pijak :D

Senin, 06 Juni 2011

Yang Istimewa Pastilah Berbeda...


Jika anda mendengar atau menyaksikan Oprah Winfrey menyumbangkan ratusan atau ribuan dollar ke sebuah yayasan mungkin tidak akan terkejut. Atau seorang Bill Gates yang menyumbangkan jutaan dollar untuk membangun fasilitas kesehatan, itu semua tidak membuat kita terhentak. Namun jika yang menyumbangkannya adalah seorang yang sangat miskin, mungkin kita tertarik untuk menyimak kisahnya.

BAI FANG LI adalah seorang tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.
Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Dia melalang dijalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.

Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.

Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.

Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil dimana ia biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, diruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, diruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin diambilnya dari tempat sampah dimana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng. Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.

Bai Fang Li tinggal sendirian digubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang. Tak ada yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah. Tapi nampaknya ia tak pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang murah hati dan suka menolong.Tangannya sangat ringan menolong orang yang membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan pujian atau balasan.

Dari penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek. Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin. Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu melalui sekolah yang ada.

Hatinya sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru berbelanja. Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat dipundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar dimukanya, ia menyambut upah beberapa uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang diperolehnya hari itu.
Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ketempat sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu kemulutnya, menikmatinya dengan nikmat seolah itu makanan dari surga.

Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.

“Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya….” jawab anak itu.
“Orang tuamu dimana…?” tanya Bai Fang Li.
“Saya tidak tahu…., ayah ibu saya pemulung…. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil…” sahut anak itu.

Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.



Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan.

Bai Fang Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak.

Sejak saat itulah Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai jam delapan malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan pembeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.
Ia merasa sangat bahagia sekali melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmmm… tapi masih cukup bagus… gumannya senang.

Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih berganti, ditengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.

“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri.

Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu. Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.

Bai Fang Li berkata, “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan……” katanya dengan sendu.  Semua guru di sekolah itu menangis……..

Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun, ia meninggal dalam kemiskinan. Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesar RMB 350.000 ( setara 470  juta rupiah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin.

Foto terakhir yang orang punya mengenai dirinya adalah sebuah foto dirinya yang bertuliskan ” Sebuah Cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa”.

So, bagaimanakah dengan kita?
Ladang amal terhampar luas, apakah akan kita manfaatkan atau kita tidak hiraukan?

Mumpung masih muda, jangan bersantai-santai, Kawan...


"Fastabiqul Khairat"